Rabu, 28 April 2010

SPIRITUAL, Keyakinan Membuat Hidup Berarti

Apa hal baik yang tersisa dari penjahat terbesar ?
Nurani untuk berbuat baik.
Apa yang membuat penjahat masih mau berbuat baik ?
Karena dia masih punya keyakinan.
Keyakinan yang macam apa ?
Keyakinan bahwa ada balasan untuk sebuah kebaikan.
Bahwa tidak ada yang sia-sia dari berbuat baik.
Bahwa masih ada Tuhan yang mau menerima amal.
Bahwa nanti kita akan menemui NYA.
...

Seorang atheis pun (mungkin saat tua nanti) merasa akan menemui Tuhan pencipta alam semesta ketika ajal datang menjemput.

Pemahaman akan adanya karma atau pembalasan atas kebaikan membuat semua orang ingin berbuat baik. Pemicunya bisa berupa air mata, ratapan kesedihan, jerit kelaparan, keluh kesah orang tua dan miskin, atau doa dari yang teraniaya.

Rasa spiritual yang hadir sedini mungkin membuat jiwa ini bahagia lebih lama dan banyak. Jika seseorang dijamin kehidupan normalnya dengan nyaman hingga hari tua maka dia akan mencurahkan waktu kerjanya untuk berbuat baik bagi keluarga, tetangga, dan lingkungan sekitar. Karena kebaikan akan berbuah hadiah dikemudian hari. Karena kita memiliki rasa spiritual.

IBADAH, antara RASA PERTEMUAN dan RITUAL

Dalam setiap agama ada kegiatan ibadah sebagai wujud nyata dari penghambaan mahluk kepada penciptanya. Tanpa adanya ibadah maka tak bergunalah pengakuan kita sebagai mahluk agama. Cinta pun memerlukan bukti.

Yang menjadi hal penting adalah…
Pertama: Seberapa penting kita mengalokasikan waktu ibadah kita ?
Seperti halnya olahraga, maka menurut saya alokasi waktu untuk ibadah seharusnya dijadikan prioritas, bahkan lebih. Hal ini dikarenakan kepentingan jangka panjang yang menyatakan bahwa ibadah adalah untuk saat abadi kita bersama Tuhan.

Namun kita sepertinya banyak mengabaikan hal ini. Bahkan juga diabaikan oleh para tokoh agama. Kita beribadah pada saat tubuh lelah, pakaian tak rapi, dan waktu yang tergesa-gesa. Kita menjadikan Tuhan secara riil benar-benar di nomor dua dalam prioritas kita.

Kedua: Rasa dalam ibadah.
Entah karena telah terlalu sering atau karena faktor ‘bukan prioritas utama’ maka kita memperlakukan ibadah layaknya makan pagi menjelang berangkat kerja. Kalau bisa diselesaikan cepat maka tak perlu dilambatkan. Kita menjadi lupa esensi ibadah sebagai pengisian kembali baterai jiwa kemanusiaan kita.
Seharusnyalah kita mengerti arti dari bahasa ibadah sehingga kita mampu memahami dan merasakan permohonan ampun, permintaan harapan dan keinginan untuk dekat. Bahasa dalam ibadah biasanya dibaca dan dihapal dalam bahasa kuno. Belajar bahasa ibadah adalah sebuah keharusan untuk dapat memahami apa yang terkandung didalamnya.

Seharusnyalah kita melakukan ibadah dengan setulus-tulusnya hingga hanya ada Tuhan bersama kita. Kebersamaan kita dengan Sang Khalik menjadikan air mata kita berarti. Kita dapat tulus menceritakan rahasia terkelam dan harapan terbesar. Kesalahan dan Kebaikan pun boleh kita ceritakan. Kepada siapa lagi kita boleh jujur tanpa takut langsung dihukum.

Tidak ada komentar: