Mengasah hati adalah membuat kebiasaan. Adalah melakukan berulang-ulang dan berulang-ulang hingga mungkin mencapai titik jenuh hingga tak lagi terasa karena telah merasuk di alam bawah sadar. Mengasah hati tak sama dengan mengasah raga.
Mengasah hati dapat dilakukan dengan pikiran, dapat dilakukan dengan raga, dan yang pati harus dilakukan dengan hati. Dengan menghafal (pikiran) kita bisa tahu ilmu hitung dan perkalian. Dengan setiap hari menanam (raga) kita jadi terbiasa menghijaukan bumi. Namun tanpa kehadiran hati kegiatan menghafal dan menanam hanya akan menjadi seperti itu. Dengan kehadiran hati kegiatan apapun menjadi seperti “berarti”. Tanaman yang dipelihara (raga) dengan menghadirkan kemesraan (hati) jauh lebih bermanfaat tumbuhnya, bahkan dapat memberikan hasil ‘lebih’.
Kemudian, hati yang bagaimanakah yang memberikan efek terdalam ?
Hanya dengan kehadiran hati yang berhubungan dengan Tuhan yang memberikan efek positif apapun yang terbaik. Seorang aktivis ikan paus akan menangis dan membuat lagu tentang kepunahan dan hilangnya peradaban ketika melihat binatang kesayangannya mati terdampar. Namun seseorang yang selalu mengasah hati untuk Tuhan tidak akan berhenti bergembira tentang apapun yang dialami sepanjang hidupnya. Karena ia tahu ada hanya Tuhan yang menguasai semua hal, hanya Tuhan yang menjalankan apapun, dan hanya kepada Tuhan hati, pikiran, dan raga akan kembali.
Tetapi Tuhan memiliki syarat yang harus dipenuhi untuk dekat dengan NYA. Yang pertama melalui ibadah formal, kedua melalui keseharian yang berguna bagi peningkatan kualitas kehidupan.
Tidak akan ada kesedihan ketika hati telah dekat dengan Tuhan. Jika ada, berarti belum dan belum dekatlah kita dengan NYA. Nyanyian sedih dan gembira adalah gambaran hati, dan menjadi sangat bermakna, bahkan disetiap detiknya, bila Tuhan hadir disana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar